Sunday, October 30, 2016

Trading Mengikuti IHSG, Atau Trading "Melawan" IHSG?

Judul diatas barangkali membuat Anda bingung. Kalau baca judul diatas, Anda mungkin berpikir trading mengikuti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah membeli saham saat IHSG naik, sedangkan trading melawan IHSG berarti trading saat IHSG turun. 

Benarkah begitu?

Tunggu dulu... Sabar.. saya jelaskan pelan2...

Saya sering mendengar rekan2 trader yang mengatakan ingin membeli IHSG. Jujur saja, saya sendiri sebenarnya kurang paham apa yang dimaksud dengan membeli IHSG. Bukannya IHSG itu adalah kumpulan perhitungan kumulatif dari seluruh saham yang ada di Bursa Efek Indonesia ya? Berarti kalau trading IHSG ya sama saja dengan membeli saham. 

Namun, yang dimaksud membeli IHSG kemungkinan yang paling pas adalah membeli saham2 LQ45. Lho? Perlu Anda ketahui, korelasi IHSG dengan saham2 LQ45 adalah 99%. Hal ini dikarenakan saham2 LQ45 adalah saham2 yang paling aktif (likuid) diperdagangkan di Bursa saham. Biasanya, saham2 LQ45 ini isinya adalah sham2 blue chip, yang selalu menjadi penggerak pasar. Contohnya: ASII, BBCA, BBRI, TLKM, HMSP, INDF, dan lain2. Saham2 ini memiliki **kapitalisasi pasar yang sangat besar, sehingga berdampak besar terhadap pergerakan IHSG. 

** Kapitalisasi pasar = harga saham x jumlah saham beredar

Ketika IHSG naik, maka sebagian besar saham2 LQ45 juga mengalami kenaikan. Sebaliknya, saat IHSG turun, saham2 LQ45 biasanya akan turun (terutama saham2 blue chip). Jadi, kenaikan dan penurunan IHSG sehari-hari yang Anda lihat, biasanya lebih banyak dipengaruhi oleh saham2 LQ45.  

"Lalu, Bung Heze apa hubungannya dengan judul pos diatas tadi?" Tanya Anda penasaran

Saya memiliki banyak pengalaman trading di saham2 LQ45 khususnya penggerak pasar. Dan berdasarkan pengalaman saya, saya sangat setuju bahwa saham2 ini memang memiliki korelasi yang besar terhadap pergerakan IHSG. 


Sedikit pengalaman saya, saat IHSG sedang turun, saya membeli saham INDF dan ASII, karena kedua saham sudah menunjukkan teknikal rebound. Bukannya naik, malah turun lagi. Dan keesokan hari saat IHSG sudah mulai hijau, barulah saham2 yang saya beli kemarin mulai rebound dan memberikan profit.  

Artinya begini, kalau Anda mempunyai mindset: Saat IHSG sedang naik, berarti waktunya akumulasi, dan saat IHSG turun waktunya jual, maka Anda harusnya trading HANYA di saham2 LQ45 saja. Kalau Anda punya mindset: Mau IHSG naik ataupun turun, saya nggak peduli, pokoknya saya beli saham2 yang saya anggap sudah naik, maka Anda tidak harus trading di saham2 LQ45. 

Intinya, dalam trading saham Anda sangat tidak disarankan untuk melawan arus pasar. Jika Anda punya mindset bahwa IHSG turun maka waktunya jual saham dan sebaliknya saat IHSG mulai naik, maka ada baiknya Anda mengikuti arus pasar dengan membeli saham2 yang memang memiliki pengaruh terhadap pergerakan IHSG. 

Saturday, October 29, 2016

Pasar Saham: Ketika Teori Lebih Mudah Ketimbang Praktik

Investasi saham bisa mendapatkan pengembalian yang berlipat-lipat. Atau, kalau Anda seorang trader, maka dengam membeli saham, Anda bisa mendapatkan keuntungan yang besar dibandingkan Anda mendepositokannya. 

Benarkah pernyataan tersebut?

Saya setuju. Tetapi, permasalahannya tidak semudah itu. Itu kan baru teorinya. Waktu saya masih kuliah, saya mempelajari teori2 teknikal yang mengatakan bahwa ketika garis stochastic naik keatas, maka itulah saatnya buy. Sekilas terlihat sangat mudah, dan saya suka sekali. Tapi ternyata, seringkali saya membeli ketika garis stochastic naik.. ehhh.. besok malah turun harga sahamnya. Baca juga: Mengapa Indikator Teknikal Sering Menipu?

Anda barangkali sering mendengar, bahwa investasi saham, trading saham bisa menghasilkan return yang besar. Tapi faktanya, banyak pemain saham yang ternyata, juga sering melakukan cut loss. Pembelajaran2 tentang dunia saham seakan begitu mudah untuk mendapatkan profit yang cepat dan besar. Seakan-akan pasar saham adalah ladang emas tempat meraup kekayaan yang besar.. Tetapi ketika kembali pada praktik, teori seringkali tidak sejalan dengan praktiknya. 

Bagi Anda yang sudah berpengalaman menjadi pemain / investor saham setujukah Anda dengan saya?

Jangan suka ber-teori. Praktik dan pengembangan sistem teknikal itu yang lebih perlu. Dengan berjalannya waktu, Anda akan lebih mengerti bagaimana mengkombinasikan analisis teknikal yang benar untuk mendapatkan profit, ketimbang merasa pintar hanya karena sudah bisa baca indikator (padahal belum dipraktikkan). 

Kalau Anda mengikuti seminar2 saham, Anda sering mendengar asumsi2 yang cenderung mengarah pada teori. Misalnya: IHSG tahun 1982 masih 100 perak, dan tahun 2016 IHSG sudah mencapai 5.400. Berarti kalau seumpama saya pegang saham mulai tahun 1982, return saya sudah ribuan kali lipat. 

Saya setuju dengan pernyataan tersebut, tetapi tidak sepenuhnya. Mengapa? Karena itu cuman teorinya alias hitung2an kasar saja. Kalau Anda nggak tahu cara berinvestasi yang baik, kalau Anda nggak tahu cara trading yang benar, kalau Anda nggak bisa kelola psikologis dan mindset trading yang benar, ya Anda tetap sulit mendapatkan profit. Semua itu, kembali lagi pada praktik riil. 

"Bung Heze, berarti nggak bisa kaya donk dari saham?" Tanya Anda

Kaya dari saham? Sangat bisa. Kalau nggak bisa dapat profit dari saham mana ada orang yang mau trading dan investasi saham?  Tapi, kaya dari saham itu tidak bisa dibangun dalam sekejap mata. Setiap trader akan merasakan yang namanya cut loss. Coba Anda bayangkan, seorang Chris John membutuhkan waktu 6 tahun di ring profesional (terus berlatih dan bertanding) untuk menjadi juara dunia. 

Kalau buanyaak orang mematok target2 yang tidak masuk akal (baru belajar sudah berharap untuk ratusan persen), maka karir trading Anda tidak akan bertahan lama. Karena teori seringkali tidak sejalan dengan praktikknya. Dan orang2 yang menganggap sudah pintar padahal baru "pandai" membaca indikator dan belum praktik, waktu terkena kerugian besar, mareka akan menyalahkan pasar saham sebagai tempat judi, bandarnya kurang ajar, salahnya broker dan lain2. 

Jadi sekali lagi, kalau Anda memang benar2 memiliki niat kuat untuk trading saham, Anda harus banyak berlatih (eksekusi jual dan beli). Seiring berjalannya waktu, Anda akan tahu sendiri, bahwa teori di pasar saham dan praktikknya memang seringkali tidak sejalan. Dan seiring berjalannya waktu itu pula, Anda akan semakin mahir menemukan pola2 pergerakan harga saham yang layak untuk dibeli. 

Friday, October 28, 2016

Cara Mencari Data Harga Saham Yahoo Finance

Pernahkah Anda mencari-cari data tentang histori harga saham? Dimanakah Anda bisa mendapatkannya? Anda bisa mendapatkan history harga saham perusahaan melalui situs Yahoo Finance. Berikut adalah langkah-langkah cara mendapatkan data history harga saham di Yahoo Finance.

1. Buka situs www.finance.yahoo.com

2. Ketikkan kode saham yang ingin Anda cari datanya. Jika Anda belum hafal daftar kode saham, silahkan googling. Disini saya kasih contoh saham PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM). Ketikka mengettikan kode saham harus Anda tambahkan .JK di belakang kode saham. JK ini sebenarnya kepanjangan dari JKSE yang artinya adalah Jakarta Composite Index. 

Kalau sudah, klik search.

3.  Maka Anda akan diarahkan ke halaman Yahoo Finance. Klik saja halaman pertama di Yahoo Finance, yang ada situs finance.yahoo. Contohnya seperti gambar dibawah ini. 

4. Setelah itu, klik Historical Data. Perhatikan gambar dibawah.  


5. Setelah itu akan muncul tampilan seperti dibawah ini.


Nah, di Yahoo Finance data historical harga saham yang bisa Anda download terdiri dari data: Tanggal, harga pembukaan (open), harg tertinggi (high), harga terendah (low), harga penutupan (close), Adj close (harga penutupan yang telah disesuaikan), dan volume. Adj clos maksudnya adalah harga saham penutupan yang sudah disesuaikan ketika terjadi aksi korporasi perusahaan, dalam hal ini adalah dividen dan stock split. 

Time Period: Anda bisa mengubah sesuai data tanggal harga saham yang Anda butuhkan,
Show: Ada beberapa pilihan, Anda bisa memilih historical prices, dividend atau stock split.
Kemudian untuk mengunduh data harga saham, klik menu: Download Data.

Begitulah cara mendapatkan data historical harga saham di Yahoo Finance. Data ini sangat berguna terutama untuk analisis OHLC, untuk pengerjaan skripsi Anda atau data2 lainnya.

Wednesday, October 26, 2016

Belajar Ilmu Bandarmologi: Akumulasi Saham ENRG

Ketika saya menulis pos  ini, saham2 grup Bakrie sedang naik sekencang-kencangnya. Seperti Anda ketahui, saham2 grup Bakrie ini sudah lama bertengger di level gocap alias Rp50. Saham2 grup Bakrie yang sedang naik tinggi selama beberapa hari ini antara BUMI dan BRMS. Saham2 inipun sekarang ramai jadi bahan pembicaraan dan perburuan trader, ketimbang saham2 LQ45.

Sentimen positif, antara lain datang dari reboundnya harga minyak mentah, PKPU BUMI, serta restrukturisasi utang BUMI (BUMI rencananya akan mengkonversi utang menjadi saham untuk melunasi utangnya). Beberapa pihak mengklaim, bahwa kasus utang BUMI akan segera terselesaikan. 

Akhirnya, saham2 grup Bakrie pun mulai melesat. Sampai sore ini, BUMI sudah kena auto reject atas (ARA) di harga 202. BRMS naik 25%. Apakah grup saham Bakrie lainnya akan diangkat naik juga? Well, kita nggak tahu pastinya. Kalau lihat gelagat pergerakan grup2 saham Bakrie lainnya, bandar kelihatannya akan menaikkannya.

Di pos ini, saya menemukan saham grup Bakrie yang cukup menarik untuk kita simak bersama, yaiu saham PT Energi Mega Persada (ENRG). Perhatikan grafik ENRG. Tadi sore ENRG harganya masih gocap, tapi volume hari ini sangat besar. 


ENRG adalah satu satu saham grup bakrie. Sejak saham2 grup bakrie lainnya naik, ENRG masih tidur juga. Tapi, ada satu hal menarik yang layak diperhatikan, yaitu ENRG hari ini volumenya besar sekali tapi harganya masih di kisaran 50-55. Kira2 ada apa?

"Ada aksi akumulasi bandar" Jawab Anda

Tepat sekali. Anda cerdas. Volume besar saham ENRG yang tidak disertai dengan kenaikan harga signifikan menunjukkan bahwa ENRG sedang diakumulasi oleh bandar. Mirip seperti saham BUMI yang sudah terjadi beberapa kali. Disini ada perang bandar vs investor ritel. Untuk membuktikannya, sekarang perhatikan antrian bid-lot saham ENRG.


Bandar mencoba memasukkan bid sebanyak 515.010 lot. Ini artinya, bandar coba mengangkat harga saham ENRG, dengan cara memancing minat beli para investor ritel. Bid yang tiba2 datang sebanyak ini, menunjukkan ada itikad bandar untuk menaikkan harga saham. 

Tapi kalau Anda perhatikan, antrian offer jauh lebih besar, bahkan sampai 1 juta lot lebih untuk antrian 53-55. Siapakah orang2 yang antri sampai jutaan lot ini? Kemungkinan besar mereka adalah para investor ritel yang ingin jual sahamnya yang nyangkut. Dengan cara ini juga, sebenarnya bandar juga memancing investor ritel yang sudah ngebet ingin jual sahamnya supaya memasukkan di harga offer. Tujuannya, agar para bandar bisa ambil saham dengan cara tabrak harga offer (meskipun, saya yakin bandar akan kesulitan juga menghabiskan offer sebanyak itu). 

Bandar yang akumulasi mencoba untuk menghabiskan offer lot harga 51. Bandar berhasil akumulasi di harga 50 dan harga 51. Perhatikan sistem antrian ENRG dibawah.  


Disinilah terjadi perang bandar vs investor ritel. Investor ritel yang mungkin sahamnya nyangkut di gocap, cepat2 ingin jual sahamnya, itulah kenapa harga saham ENRG sulit untuk naik lagi. Perhatikan bid-offer dibawah, harga 51 di bid price yang coba diakumulasi bandar dengan jumlah 861.267 lots malah kembali habis terjual.


Bandar terus terlihat mencoba akumulasi saham di harga 50 sampai 2 juta lot lebih dengan bid lot 805. Coba pikirkan, kerjaan siapa lagi kalau bukan kerjaan si bandar. Mungkin disini ada juga investor ritel yang sudah berani memasukkan bid di harga Rp50 karena yakin ENRG akan terbang tinggi. 

Kelihatannya, bandar2 ini rencananya ingin dapat barang di Rp50 dan bisa jual di harga yang tinggiii... Itulah kenapa bid lots di harga Rp50 diisi banyak sekali. Perhatikan bid lot dibawah ini. 


Di akhir sesi saya melihat, bandar mulai berani akumulasi dalam jumlah yang lebih besar, karena sampai akhir sesi, harga bid price nya sudah mencapai Rp52 dengan bid lots sebanyak 2.092.528 lots. Perhatikan bid-offer ENRG dibawah. 


Bagaimana pergerakan ENRG untuk kedepannya? Menurut pandangan saya, ENRG kemungkinan akan diangkat naik seperti saham2 Bakrie lainnya. Bandar kelihatannya akan menang dalam akumulasi harga, karena strategi bandar ini memang memasukkan bid di harga 50-52 dengan nilai yang besar, dengan tujuan meyakinkan investor ritel agar juga beli saham ini (bandar memberikan sinyal harga akan naik). Nantinya, kalau banyak yang melakukan permintaan (sesuai hukum permintaan-penawaran), harga akan naik. 

Tapi sekali lagi, volume besar pun bukan jaminan harga pasti akan naik. Coba Anda perhatikan salah satu grup Bakrie dibawah ini, saham UNSP.


UNSP beberapa kali terlihat diakumulasi dengan volume sangat besar, tetapi harga sahamnya tidak kunjung naik. Ya tetap di level gocap alias Rp50 per lembar saham. 

Apalagi kalau Anda perhatikan offer lots saham ENRG sangat banyak (yang ingin jual sangat banyak). Rasa2nya sih, susah juga kalau mau menghabiskan offer sebanyak itu. Bandar mungkin akan "meminta bantuan" investor ritel untuk akumulasi dengan cara menghabiskan offer (tabrak kanan).  

"Jadi Bung Heze, apakah saya enaknya beli saham ini?" Tanya Anda penuh penasaran

Seperti yang sudah saya paparkan, ada kemungkinan saham ini akan diangkat naik seperti saham2 grup Bakrie lainnya. Tapi perlu Anda ingat, ENRG ini sejak sahamnya masih bergerak di level 87-98-an pada tahun 2014, sahamnya sudah termasuk saham gorengan, yang tingkat volatilitasnya sangat tinggi. Kalau besok2 ENRG diangkat naik tinggi, Anda boleh2 saja beli sahamnya, tapi Anda harus mewaspadai volatilitas pada saham ENRG ini. 

Ciri-ciri Harga Saham yang Akan Turun (Koreksi)

Jangan Mengejar Saham-saham yang harganya sudah tinggi
Anda mungkin sering mendengar quote diatas. Quote ini terkadang membingungkan bagi seorang trader. Karena saham2 yang harganya sudah naik banyak, bisa saja naik lebih tinggi lagi. Contohnya, PPRO yang pada tahun 2015, harganya di 190-an, saat harganya sudah naik 1.200, ternyata  masih ditarik naik sampai 1.400. Di satu sisi, harga saham yang sudah naik banyak, juga sangat rentan untuk koreksi. 

Lalu, bagaimana cara mengetahui harga saham yang akan koreksi?   

Ciri2 harga saham yang akan koreksi adalah: Harga saham tersebut tidak mampu naik (tertahan) di harga resisten. Untuk lebih mudah, akan saya jelaskan siklus harga saham yang akan koreksi:

1. Diawali dengan kenaikan IHSG yang tinggi (diikuti dengan kenaikan sebagian besar saham). IHSG mengalami kenaikan tinggi dari koreksi sebelumnya atau sedang rally.

2. Harga saham mengalami kenaikan drastis selama lebih dari sehari, hingga kembali mencapai titik resistennya.

3. Pada suatu waktu tertentu, IHSG dan saham2 masih bergerak naik, tapi terbatas. Tanda2nya, banyak saham yang sudah mulai sulit untuk naik lebih tinggi.

4. Banyak harga saham yang tertahan di harga resisten dan tidak naik lagi. 

5. Harga saham mulai koreksi dalam jangka waktu tertentu. 

[Jika Anda ingin mempelajari cara membaca saham downtrend yang akan diangkat naik? Bagaimana pola dan ciri-cirinya? Saya membahasnya secara lengkap, Anda bisa mendapatkan di ebook trading dan belajar saham. Silahkan buka disini: Buku Saham.]

Sebagai contoh, saya berikan contoh saham ANTM dibawah. Perhatikan grafik ANTM dibawah. 



Setelah harga saham ANTM turun cukup banyak, ANTM mampu rebound dengan kencang. Dari harga 650 menuju harga puncak 820-850 (perhatikan tanda persegi pertama).  Tapi nampaknya setelah mencapai puncak ANTM langsung koreksi dan kembali menuju harga 650. 

Setelah sideways selama 1 minggu, Anda perhatikan, ANTM rebound sangat kencang dan cepat. Dan ANTM kembali mencapai puncak resisten di 820-850 (perhatikan tanda persegi kedua). Di saat2 inilah rasa serakah (greed) para trader mulai muncul. Dimana rasa serakah tersebut? Yaitu keinginan untuk mengejar saham ANTM yang sudah terbang tinggi. 

Saat ANTM mencapai harga resisten, banyak trader tergoda untuk membeli ANTM, padahal selama di harga resisten, ANTM TIDAK MAMPU NAIK LAGI.. Perhatikan, setelah mencapai kenaikan drastis, ANTM terus bermain di resisten 820-850, dan naik diatas harga tersebut. Inilah ciri2 saham yang akan koreksi (akan turun).

Bagaimana dengan trader yang sudah terlanjur membeli ANTM di harga atas? Ya pastinya sahamnya langsung nyangkut ketika ANTM mulai koreksi. Trader mungkin akan melakukan cut loss, atau hanya menunggu kalau2 ANTM akan naik lagi. 

Jadi, kalau Anda menemukan saham2 harganya naik tinggi atau rebound kencang, ada baiknya Anda menunggu konfirmasi breakout. Atau, Anda bisa memilih untuk menunggu koreksi agar bisa mengambil di harga bawah. Yang jelas, saya tidak menyarankan Anda untuk membeli ketika harga saham tampak sideways di harga resisten, ketika saham tersebut sebelumnya sudah naik kencang. Saham2 dengan pola seperti inilah yang rentan koreksi jangka pendek.

Kalau Anda menunggu konfirmasi breakout, Anda bisa menerapkan strategi buy high, sell higher, seperti pada saham PWON dibawah ini. 


PWON terlihat naik kencang dari harga 550 ke harga 670-690 (perhatikan tanda persegi pertama). Sangat kencangggg... Tapi setelah itu, PWON langsung koreksi. Tidak lama kemudian, PWON kembali rebound kencang dan kembali menyentuh harga 670-690 dan belum mampu menembus resistennya. 

Benar saja, PWON terkoreksi kembali setelah sideways lagi di harga 670-690 (perhatikan tanda persegi kedua).. PWON terlihat mempertahankan level resisten sebelumnya di tanda persegi pertama. Tetapi, PWON tiba2 break sampai 700. Nah disinilah Anda bisa memanfaatkan momen beli. Dimana momen belinya?

Momen belinya ada 2. Pertama, ketika PWON koreksi (tanda lingkaran pertama). Karena pada harga 650, PWON biasanya akan naik lagi sampai 680-an, maka momen belinya adalah ketika koreksi di harga 650 (tanda lingkaran pertama). Kedua, Ketika PWON mampu menembus 695 (tanda lingkaran kedua). Ketika PWON breakout dari resisten 670-690, Anda lihat, PWON mampu naik sampai 735.   

"Bung Heze, kalau harga sahamnya sideways terus gimana?" Tanya Anda

Kalau sideways terus? Ya Anda harus wait and see. Yang jelas, saya menyarankan jangan nekad masuk. Jangan mengejar saham2 yang sudah naik terlalu tinggi, hanya karena nafsu ingin profit, takut ketinggalan kereta. Keinginan serakah (greed) inilah yang menyebabkan trader sering nyangkut di harga atas. Ketika beli saham, ternyata harganya malah turun, karena trader membeli di harga puncak dan tidak bersabar untuk menunggu koreksi terlebih dahulu, atau breakout. 

Nah, itu adalah sedikit tips dari saya mengenai cara membaca harga saham yang akan koreksi.

Tuesday, October 25, 2016

Harga Saham Dibawah Rp50 per Lembar

Belakangan ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana menetapkan batas minimum harga saham. Batas minimum  harga saham di pasar reguler selama ini adalah Rp50 (gocap). Kalau harga saham di pasar reguler sudah mencapai Rp50, maka tidak bisa turun dibawah itu. BEI berencana untuk mengubah batasan minimum tersebut (untuk pasar reguler), di mana harga saham minimum bisa mencapai Rp1. 

Rp1??? Yang benar saja? 

Kira2 apa dampak adanya harga saham dibawah Rp50 ini? Tentu saja BEI bertujuan untuk membuat perdagangan saham menjadi lebih bervariasi dengan adanya beragam pilihan harga. Selain itu, BEI ingin agar harga saham yang tidur selama ini bisa bergerak kembali. 

Tapi tentu saja, proses ini tidak akan terjadi secara cepat. Butuh proses untuk menyesuaikan banyak hal. Antara lain: fraksi harga, jumlah lot, batasan auto reject. Tentunya fraksi harga saham Rp5 tidak bisa disamakan dengan fraksi harga saham Rp150. 

Nah, kalau seandainya saja, harga saham dibawah Rp50 rupiah ini benar2 sudah berlaku, maka para pelaku pasar bisa membeli saham2 yang harganya sangat sangat murah, dengan kenaikan harga yang signifikan. Misalnya: Ada harga saham Rp1. Kalau harga saham tersebut sudah naik Rp2, maka keuntungannya sudah mencapai 100%.  

Tetapi, kalau ada saham yang harganya sampai Rp5, maka saham ini sudah jelas bukanlah saham yang bagus secara fundamental bahkan teknikal. Coba Anda bayangkan, masa harga saham bisa turun sampai Rp5? Perusahaan2 yang bagus secara fundamental nggak mungkin harganya Rp5 kan?

Jika nantinya batas minimum harga saham benar2 diturunkan, maka harga saham yang murah (dibawah Rp50) saya jamin akan sangat menarik bagi para trader untuk meraup keuntungan yang cepat. Seperti saya katakan, bahwa kenaikan harga saham dari Rp1 menjadi Rp2, keuntungannya sudah mencapai 100%.

Dibalik semua itu, Anda jangan mudah tergiur dengan harga saham yang murah. Barang murah belum tentu bagus (bisa saja murahan). 

Sebagai seorang trader, Anda harus tetap mementingkan analisis teknikal. Anda harus tetap bijaksana dalam mengambil keputusan trading Anda. Jika ada saham2 yang harganya sangat murah (apalagi harga Rp50), saham tersebut hampir pasti bukanlah saham yang layak dibeli secara teknikal apalagi untuk investasi. Kalau ada trader yang nyangkut di saham2 seperti ini, ya itulah risiko trading. Kalau Anda sudah tahu risiko trading di saham2 seperti itu, Anda harus hindari risiko tersebut.  

Saya menyarankan Anda untuk membeli saham2 yang rebound, bukan saham2 yang harganya murah. Sudahkah Anda baca pos: Membeli Harga Saham Murah Vs Harga Saham Mahal. 

Monday, October 24, 2016

Mengenal Spread Bid-Offer di Pasar Saham

Di pasar saham, Anda mungkin sering mendengar istilah "Spread". Istilah spread ini berkaitan dengan fraksi harga dan bid-offer. Namun, tahukah Anda apa itu spread?

Sebelum Anda paham spread, ada baiknya Anda mengetahui fraksi harga dan bid-offer terlebih dahulu. 

Fraksi harga adalah batasan kelipatan harga yang ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Untuk lebih jelasnya mengenai aturan fraksi harga, silahkan baca pos: Arti dan Ilustrasi Fraksi Harga Saham. Sedangkan bid-offer sesuai artinya, berarti adalah permintaan dan penawaran pelaku pasar terhadap suatu saham, yang besarannya juga sudah diatur dalam fraksi harga. Jika Anda belum paham bid dan offer di pasar saham, silahkan baca pos: Permintaan dan Penawaran (Bid-Offer) di Pasar Saham - Part I. Permintaan dan Penawaran (Bid-Offer) di Pasar Saham - Part IIPermintaan dan Penawaran (Bid-Offer) di Pasar Saham - Part III.

Pada sistem antrian saham, akan tampil bid-offer yang dimasukkan oleh para pelaku pasar. Untuk lebih jelasnya, silahkan lihat gambaran bid-offer di pasar saham.  


Ini adalah bid dan offer pada saat jam trading. Pelaku pasar akan memasukkan harga beli dan harga jual yang diinginkan ke dalam sistem trading. Mengacu pada aturan fraksi harga yang baru, maka fraksi harga saham ini termasuk dalam kelompok harga Rp50-2.000, dengan fraksi harga Rp5. 

Perhatikan sistem antrian bid-offer diatas, bahwa ketika bid price paling atas (best bid) ada di harga 1.780, maka bid price kedua adalah 1.775 dan seterusnya. Demikian juga dengan offer price. Selisih jarak harga bid dan offer inilah yang dinamakan dengan spread. Kalau Anda perhatikan bid-offer tersebut, spreadnya selalu mengikuti fraksi harga (sebesar fraksi harganya), yaitu fraksi Rp5. 

Jadi, sederhananya spread adalah jarak antara harga bid-offer. Pada umumnya, bid-offer saham, spreadnya sebesar fraksi harga.  

Tapii, pernahkah Anda melihat antrian bid offer yang spreadnya sangat jauh (tidak mengikuti spread sebesar fraksi harga)? Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Perhatikan sistem antrian saham dengan kode HERO dibawah ini.



Harga saham HERO diatas adalah kelompok harga Rp50-2.000, dengan fraksi harga Rp5. Tapi, kalau Anda perhatikan dengan seksama antrian diatas, banyak antrian yang bolong. Perhatikan, best offer HERO adlaah 1.250, tetapi antrian dibawahnya adalah 1.280. Padahal kalau mengikuti fraksi harga, antrian dibawahnua harusnya sebesar 1.255. Demikian pula antrian pada best bid adalah 1.200, dan antrian dibawahnya adalah 1.165. Seharusnya kalau mengacu fraksi harga, antriannya adalah 1.195. 

Mengapa spread yang besar ini bisa terjadi? Spread yang besar (jarak yang besar antara bid dan offer) bisa terjadi karena 2 hal:

Pertama. Saham tersebut tidak likuid (kurang peminat beli dan jual). Trader yang bermiat beli, ingin melakukan order beli pada harga yang sangat murah. Sedangkan, trader yang berniat jual, ingin melakukan order jual pada harga yang sangat mahal / tinggi. Hal ini menyebabkan adanya kekosongan antara jarak harga bid-offer, sehingga spreadnya besar. 

Kalau Anda lihat contoh diatas (saya ambil contoh bid price). Trader ingin membeli pada harga yang sangat rendah, yaitu pada harga 1.165, dan trader tidak bersedia membeli pada harga 1.170, 1.185, 1.195, sehingga harga2 tersebut tidak ada yang order, akhirnya timbullah spread yang besar. Pada saham2 yang likuid, Anda hampir tidak akan menemui spread yang besar seperti ini (biasanya spreadnya mengikuti / sebesar fraksi harga).  

Kedua. Spread yang besar banyak Anda temui pada saat jam2 awal market buka. Hal ini dikarenakan pada saat jam awal pasar saham buka, masih belum banyak trader yang masuk pasar untuk melakukan antrian, sehingga ada trader yang ingin membeli pada harga sangat rendah, dan trader lain ingin menjual pada harga yang sangat tinggi. Sehingga terjadilah spread yang renggan. Ketika jam market terus berjalan dan semakin banyak trader yang masuk, maka jarak harga yang kosong tersebut biasanya akan diisi.

Jadi, kalau Anda menemukan saham2 yang spreadnya renggang, Anda harus hindari saham2 ini. Seperti yang sudah saya sampaikan, bahwa saham2 yang spreadnya jauh, adalah saham2 yang tidak likuid atau kurang peminat. Untuk apa trading di saham yang kurang peminatnya?

Alasan lainnya karena saham2 yang spreadnya jauh, maka Anda akan kesulitan menjual di harga tinggi (order Anda belum tentu akan kesampaian). Hal ini dikarenakan para pembeli hanya ingin membeli di harga yang sangat rendah.