Wednesday, September 28, 2016

Garis Tren: Saham Sideways, Apa yang Sebaiknya Dilakukan?

Pernahkah Anda membeli suatu saham, saham perusahaan tersebut punya prospek yang cukup bagus. Atau, saham tersebut biasanya berada di harga resisten puncak, tetapi karena koreksi Anda beli sahamnya. Sayangnya, setelah Anda beli sahamnya, harga sahamnya bukannya naik, tapi juga nggak turun, alias SIDEWAYS / TRENDLESS. Jika Anda belum paham istilah2 trend, silahkan baca pos: Saham Uptrend, Downtrend, dan Sideways Part ISaham Uptrend, Downtrend, dan Sideways Part II.

Sideways bisa juga disebut sebagai fase konsolidasi. Intinya, konsolidasi adalah proses mencari pergerakan harga yang baru. Baca juga: Istilah Konsolidasi di Pasar Modal. Karena konsolidasi: Mencari pergerakan harga yang  baru setelah berada dalam tren tertentu (naik atau turun), maka arah pergerakan harga saham selanjutnya kalau nggak naik ya turun. 

Masalahnya, Anda dan saya tidak akan tahu apakah harga saham setelah sideways akan cenderung naik atau turun. Maka dari itu, jika Anda menemukan saham yang trendless, saran saya adalah: WAIT AND SEE. Jangan pernah masuk posisi kalau belum ada tanda2 saham akan rebound. Karena kalau Anda masuk (buy) dan ternyata harga sahamnya anjlok, maka Anda bisa loss. Contohnya: Saham JSMR. Perhatikan tren JSMR dibawah ini. 


JSMR sempat berada dalam fase konsolidasi yang lumayan panjang di harga 5.500,  setelah mengalami tren naik (Perhatikan tanda persegi). Setelah berada dalam konsolidasi, JSMR sempat rebound , namun masih terlihat sideways, artinya belum ada tanda2 JSMR akan ditarik naik. Setelah rebound sedikit, JMSR tiba2 anjlok.

Jika Anda ngotot membeli JSMR di harga 5.500, maka saham Anda akan nyangkut. Karena JSMR terus saja turun sampai 4.700. JMSR memang perusahaan berfundamental baik, tetapi jika momentum trading Anda tidak tepat, maka tidak menutup kemungkinan Anda akan rugi. 

Jadi, kalau Anda menemukan saham2 sideways, dan belum ada konfirmasi kuat apakah saham tersebut akan naik saya sarankan Anda untuk wait and see, jangan buy.

"Terus, konfirmasi rebound itu yang seperti apa?" Tanya Anda.   

Ada banyak cara (analisis teknikal) yang dapat Anda gunakan untuk membaca konfirmasi rebound dari sebuah saham sideways. Biasanya (salah satunya), konfirmasi saham2 yang tren sidewaysnya akan segera berakhir, dan memasuki fase akumulasi, akan diawali dengan kenaikan harga yang signifikan dalam satu hari, sehingga candle membentuk body yang panjang, dan diikuti dengan volume besar. Hal itu cenderung mengindikasikan harga saham sudah keluar dari tren sidewaysnya dan akan ditarik keatas. Perhatikan saham MPPA dibawah ini.



Tanda persegi menunjukkan MPPA yang berada dalam trend sideways. Setelah itu, MPPA tiba2 menguat signifikan (tanda panah), yang diikuti dengan kenaikan volume besar. Setelah itu, MPPA mengalami rebound kencang.  

Tapi perlu Anda garis bawahi, Anda bisa melakukan analisis2 seperti diatas, apabila saham tersebut likuid (banyak peminatnya, dilihat dari volume dan bid-offer). Sebab, kalau saham itu adalah saham gorengan, Anda bisa digocek bandar. Indikator rebound, ternyata besok malah anjlok.

Bung Heze, kalau saya sudah pegang sahamnya dan ternyata tidak naik dan tidak turun (sideways), apa yang harus saya lakukan?

Saran saya: Segera jual, dan alihkan ke saham2 lain yang potensial. Mengapa? Karena saham2 sideways, artinya Anda harus menunggu naik. Masalahnya, Anda nggak tahu apakah saham sideways Anda akan naik atau malah tambah anjlok (seperti contoh JSMR diatas). 

Kalau ternyata sideways terus, Anda juga nggak bisa putar modal Anda, karena sama saja saham Anda 'statusnya' nyangkut. Lagian, menentukan arah pergerakan saham yang sedang berada dalam fase konsolidasi itu sangat susah, karena indikator2 seperti MA, stochastic biasanya tidak banyak membantu dalam menentukan tren dan momentum. 

Jadi, kalau saya rangkum lagi inti dari pos ini adalah: 

- Kalau menemukan saham sideways: wait and see dan tunggu konfirmasi rebound.
- Kalau terus sideways dalam jangka waktu lama, jangan pasang posisi.
- Anda baru disarankan buy, jika sudah ada tanda2 technical rebound.
- Jika saham tersebut adalah saham gorengan, meskipun ada tanda2 technical rebound,    Anda tidak disarankan buy.
- Kalau Anda sudah pegang saham dan ternyata saham tersebut sideways, lebih baik Anda jual sahamnya dan alihkan ke saham2 lain yang lebih potensial. 

Tuesday, September 27, 2016

Prospek IHSG Masih Sangat Bagus

Sejak disahkan UU tax amnesty, IHSG terus melesat. Walaupun, bulan September 2016 ini IHSG diwarnai dengan koreksi, yang sudah pernah kita bahas disini: Strategi Trading Saat IHSG Down. Akan tetapi, jika saya melihat prospek IHSG 2017 dan pergerakan IHSG jangka panjang, IHSG akan tetap bersinar. Setelah ditutup terkoreksi beberapa hari, IHSG selalu mampu rebound kencang. Hari ini (27 September 2016) saja, IHSG mampu ditutup menguat sebanyak 1,26% ke level 5.419,6. 

Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia sejatinya masih menunjukkan peluang investasi yang bagus. Pasar modal Indonesia masih akan ditopang oleh dana tax amnesty yang masuk. Dana repatriasi maupun dana patriasi dari tax amnesty ini nantinya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, dan masuk ke pasar modal, sehingga akan meningkatkan harga saham di pasar modal.

Lalu, bagaimana strategi trading saat ini sampai jangka panjang?

Bagi Anda yang ingin berinvestasi di pasar saham, jangan ragu. Saat ini, mengingat banyak harga saham yang sudah terdiskon dan kini mulai rebound, Anda bisa memanfaatkan peluang. Kalau saya pribadi sih, masih prefer saham WSBP dan PPRO untuk jangka panjang. Kedua saham ini masih berpotensi untuk ditarik naik, terutama saham WSBP, yang prediksi saya akan mengikuti harga saham perusahaan induknya, yaitu WSKT. Kita pernah membahas saham WSBP dan WSKT di pos ini: Strategi Investasi Saham: Perusahaan Induk Vs Perusahaan Anak.

Bagi Anda yang trading, saya menyarankan Anda tetap waspada, dan kurangi portofolio, karena memasuki akhir bulan Bulan September ini hingga akhir Oktober, para pelaku pasar masih wait and see untuk melihat realisasi dana tax amnesty (30 September 2016) dan akhir Oktober, di mana akan rilis laporan keuangan emiten kuartal III, serta jangan lupa di akhir kuartal III ini juga akan diumumkan pertumbuhan ekonomi. Kita pernah membahasnya disini: IHSG dan Pertumbuhan Ekonomi.

Sedikit bocoran dari saya, ADHI bisa menjadi pilihan trading Anda untuk 28 September 2016. ADHI membentuk matching low candle, yang merupakan potensi rebound. Dua hari terakhir harga low ADHI berada di level yang sama, yaitu 2.310 dan tidak turun dibawah 2.310 yang merupakan tren terendah selama 6 bulan. Target pertama di 2.460 dan target selanjutnya di 2.520. Anda bisa entry buy di harga 2.390 - 2.420.  Berikut analisis teknikal ADHI.

Sunday, September 25, 2016

Belajar Saham: Mulailah dengan Memahami Risikonya

Belakangan ini, gencar sekali promosi2 seminar saham maupun forex yang menawarkan financial freedom dari saham dan forex. Saya sebagai penulis web Saham Gain, seringkali mendapat tawaran2 YANG TIDAK REALISTIS. Misalnya: 

- Dapatkan sistem trading profit no loss. 
- Trading jaminan 100% profit, hanya ada di sistem kami.
- Sistem kami menawarkan profit berlipat. Hadiri workshopnya......
- Dan masih banyak tawaran2 tidak realistis lainnya.

Kalau para pemain saham kawakan (sudah berpengalaman), saya rasa mereka sudah tahu betul bahwa trading saham ternyata tidak se-bombastis itu (semudah yang dibayangkan). Tetapi, seorang pemula yang mendengar "harapan2" tersebut, biasanya akan langsung bersemangat untuk mulai mencetak return sebesar-besarnya dari pasar saham. 

Pemula yang sudah terlau bersemangat, ternyata ketika menerima kenyataan2 pahit (rugi, cut loss, harga saham turun terus, saham dibeli harganya langsung turun) mulai menyalahkan pasar saham sebagai arena judi. Akhirnya, kekecewaan mereka akan jauh lebih besar. Karena saya juga sudah pernah menjadi pemula di dunia saham, maka pada pos ini saya ingin memberikan langkah sederhana yang harus Anda pelajari terlebih dahulu, kalau Anda ingin serius belajar saham

Bagaimana, Anda serius ingin belajar saham? Silahkan baca pos ini sampai habis. 

Jika Anda serius ingin belajar saham, Anda harus memulai dahulu MENGENALI RISIKONYA. Bukan "berapa persen profit yang bisa saya dapatkan dalam satu bulan". Ketika berbicara soal risiko, maka kita membahas soal PENGORBANAN YANG DILAKUKAN. Pengorbanan tersebut antara lain: Pengorbanan rugi, pengorbanan cut loss, pengorbanan saham2 nyangkut dan lain2. 

Mengapa dalam bisnis saham ini selalu saya tekankan: Risiko sebelum berbicara profit? Karena saya paham betul  bisnis saham itu risikonya sangat tinggi. Anda bisa untung besar, di satu sisi bisa rugi besar.  Dengan segala risiko tersebut, semua pemain saham, baik pemula maupun pro harus belajar mengenai psikologis investor dan cara bermain saham yang benar. Anda mendapatkan bukunya disini: Buku Saham.

Kenyataannya, para pemula yang terjun di dunia saham justru banyak rugi dan cut loss. Bagi pemula rugi dan cut loss itu sangatlah wajar. Pemain saham pro pun masih melakukan cut loss, apalagi pemula. 

"Bung Heze, apakah berarti pemula belajar saham tidak akan bisa dapat untung besar?" Tanya Anda.

Kalau Anda tanya bisa atau tidak, selalu ada kemungkinan. Toh, saya sendiri bisa profit 30% ketika awal2 trading. Tetapi, semua pemula yang profit besar, pasti akan mengalami juga yang namanya rugi, market crash, cut loss. Itulah risiko dalam trading. Anda yang  bermental baja dalam trading, maka Anda harus mengalami kerugian dan cut loss, dan belajar untuk mengevaluasi. Kalau Anda pikirannya untung melulu, tanpa berpikir risiko, Anda tidak akan bisa bertahan di pasar saham.     

So, kalau Anda menemukan seminar2, workshop, yang judulnya sangat bombastis, seakan memberikan kesan bahwa trading itu sangat mudah. Dengan janji2 bisa profit berlipat-lipat dalam sebulan, sudah dapat dipastikan bahwa mereka bukanlah pakar. Alias cuman mau jualan sistem aja. Dan percayalah, materi2 yang disampaikan tidak akan menekankan pada risiko dalam trading. 

Padahal, kalau Anda adalah pemula yang benar2 newbie dan ingin terjun ke dunia saham, maka yang PERTAMA-TAMA harus Anda pahami adalah: RISIKO TRADING / INVESTASI. Kalau Anda siap menanggung risikonya, Anda baru boleh trading / investasi. Kalau Anda tidak siap, jangan pernah trading dan investasi saham. Saya sarankan carilah bisnis lain. Ketika Anda siap menerima risiko, maka pengalaman, segala pengorbanan Anda, akan membawa Anda pada profit yang konsisten.    

Strategi Investasi Saham: Perusahaan Induk Vs Perusahaan Anak

Jika Anda ingin investasi saham di pasar modal, yang perlu Anda ketahui adalah prospek perusahaan tersebut. Bagaimana cara mengetahui prospek perusahaan? Yaitu dengan memahami analisis fundamental. Baca juga pos: Inti dan Prinsip Dasar Analisis Fundamental. Baca juga: Analisis Fundamental Terbaik ???

Ketika perusahaan baru saja go public di Bursa Efek, seringkali para investor bingung, apakah perusahaan tersebut memiliki prospek yang bagus atau tidak. Kalau saya jujur, melakukan analisis fundamental itu jauh lebih rumit daripada analisis teknikal. Seringkali emiten yang kelihatannya bagus dan prospek secara fundamental, ternyata harga sahamnya malah anjlok.  

Contohnya, PT Krakatau Steel (KRAS). KRAS adalah saham BUMN yang bergerak di industri produksi besi dan baja. Bahkan emiten ini adalah emiten produksi besi dan baja terbesar di Indonesia. Tapi kok harga sahamnya turun terus sejak IPO? Ternyata penyebab penurunan harga saham KRAS tidak lain karena kinerjanya yang jauh dari harapan. KRAS KRAS tidak mampu menekan biaya operasionalnya dan kalah bersaing dengan China.

Ngomong2 soal investasi saham, saya sendiri adalah tipikal trader. Saya sudah katakan bahwa investasi saham itu analisisnya tidak mudah, tidak semudah menjadi trader (analisis teknikal). Jadi, saya akan investasi kalau saya baru benar2 yakin bahwa emiten tersebut harga sahamnya akan naik di masa mendatang.  

Kalaupun pada akhirnya saya investasi, saham2 yang selalu menjadi tempat favorit saya adalah saham2 BUMN, terutama (sub) sektor konstruksi dan sektor property & real estate. Tetapi syaratnya, saya HANYA MAU investasi kalau perusahaan tersebut adalah perusahaan BUMN dan kalau bisa perusahaan tersebut adalah perusahaan anak yang punya prospek bagus. Baru2 ini, saham yang listing di BEI adalah PT Waksita Beton Precast (WSBP), listing tanggal 20 September 2016. 

Sederhana saja. Saya berikan bocoran dari sisi analisis teknikal. WSBP adalah anak usaha PT Waksita Karya (WKST). Kinerja WSKT sangat bagus yang terlihat dari harga sahamnya yang terus uptrend sejak IPO. Perhatikan grafik saham WKST dibawah.


WSBP IPO dengan harga 490 per lembar. WSKT dulu IPO dengan harga sekitar 530. Tidak jauh beda dengan WSBP. Sekarang harga saham WSKT naik sampai 2.650 (dalam kurun waktu 5 tahun). Perhatikan tanda kotak pada grafik WSKT. WSKT waktu awal melantai di Bursa, harga sahamnya nggak langsung naik. Bahkan cenderung sideways sedikit turun. Tetapi, setelah beberapa bulan harga saham WKST baru naik pesat. 

Kalau melihat perusahaan induknya, prediksi saya harga saham WSBP akan mengikut harga saham perusahaan induknya. Saat ini WSBP masih sideways di harga 525-535. Pada saat hari pertama listing sempat naik ke 610. Setelah itu, WSBP cenderung sideways turun. Namun, Antrian bid-offer yang selalu ramai, yang menunjukkan minat pelaku pasar yang tinggi terhadap WSBP (artinya, WSBP sangat likuid). 

WSBP mengingatkan saya pada saham PPRO. PPRO pada awal melantai di bursa, harganya hanya 150 per lembar (Mei 2015), dan sempat turun sampai 127 tetapi bid-offer PPRO sangat besar. Sekarang, harganya sudah mencaai 1.020, dalam kurun waktu 1,5 (satu setengah) tahun! Saya ikut mengoleksi saham PPRO mulai harga 190 dengan teknik averaging up. 

Analisis yang saya gunakan kurang lebih sama dengan saham WSBP. PPRO adalah anak usaha BUMN dari PTPP. PTPP waktu awal melantai di Bursa harganya hanya sekitar 600-an, dan dalam kurun waktu beberapa tahun, naik sampai 4.000!

Jadi sederhananya seperti ini: Tren harga saham perusahaan anak biasanya akan mengikuti tren harga saham perusahaan induknya. Tetapi, harga saham perusahaan anak TIDAK LEBIH TINGGI daripada perusahaan induk. Artinya, kalau Anda investasi di perusahaan anak, Anda jangan berharap menjual harga sahamnya lebih tinggi dari perusahaan induknya. Anda perhatikan, PPRO tidak lebih tinggi daripada PTPP. WTON tidak lebih tinggi daripada WSKT. 

ANALISIS KONDISI SEKTOR 

Namun, kita juga harus mengamati kondisi sektor tersebut. Saat sektor usaha masih lesu dan belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan di sektor itu, maka anda harus lebih jeli dalam memilih saham untuk investasi. 

Pada umumnya, suatu saham yang harganya bisa naik at least untuk satu tahun mendatang (strategi investasi perusahaan induk vs perusahaan anak) akan terjadi jika kondisi sektor usaha tersebut sedang bagus atau minimal stabil (tidak banyak guncangan / lesu). Anda bisa baca-baca analisisnya lagi disini: Investasikan Modal Anda: PPRO dan WSBP

Saturday, September 24, 2016

Ciri-ciri Trader yang Tidak Punya Trading Plan

Dalam menjalankan trading maupun investasi saham, seorang trader / investor harus memiliki trading plan. Jika Anda ingin paham cara membuat trading plan yang baik, silahkan baca pos: Trading Plan Saham yang Baik.

Kenyataannya, banyak sekali trader yang mengabaikan pentingnya trading plan. Atau dalam kasus yang lebih buruk lagi, banyak trader yang cuap2 tentang trading plan, namun mereka ternyata tidak memiliki trading plan yang jelas. Tulisan di pos ini, akan memaparkan kepada Anda tentang ciri2 seorang trader yang tidak memiliki trading plan, yang bisa terlihat jelas dari gaya trading kesehariannya. Tulisan ini juga sebagai bahan evaluasi kita bersama.  

1. Mudah tergoda untuk mengejar saham2 yang naik sangat kencang, meskipun saham tersebut bukan saham gorengan.

2. Membeli saham, namun tidak tahu di harga berapa harus take profit, dan tidak tahu yang harus dilakukan ketika saham yang dipegang turun. 

3. (Khusus trader) Ketika harga saham turun drastis, masih bersikeras untuk hold dan tidak mau cut loss. 

4. Terlalu banyak membeli saham, sehingga portofolio bisa diisi sampai belasan saham. Hal tersebut menunjukkan trader tersebut tidak memiliki manajemen modal. Manajemen modal adalah elemen penting trading plan.

5.  Ketika rugi, selalu timbul rasa keinginan untuk membalas kerugian tersebut. Trader yang punya trading plan, akan tetap slow dan cool ketika rugi. 

6. Mudah euforia saat pasar saham bullish. Contohnya: Menaikkan terus target take profit ketika melihat sahamnya naik.  

7. Berusaha mencoba semua saham yang terlihat layak dibeli. Trader yang punya trading plan, hanya akan trading pada beberapa saham yang sudah diseleksi. Ada kemiripan dengan poin pertama.

8. Mudah tergoda membeli saham berdasarkan rekomendasi. "Katanya" si A saham ini akan naik, lalu Anda ikut2-an beli. "Katanya" si B saham ini akan turun, lalu Anda ikut2-an jual. Trader yang punya trading plan, tidak akan mudah tergoda dengan yang namanya "katanya", karena trading plan membantu Anda untuk tetap berpendirian kuat menghadapi fluktuasi di pasar saham. 

Itulah ciri2 trader yang tidak memiliki trading plan, yang sangat sering saya temui dalam dunia trading (pasar saham). Jika Anda merasa ada dalam poin2 tersebut, maka inilah saatnya Anda harus mulai menyusun trading plan. Trading plan sangat berguna agar sistem trading Anda rapi. Setiap trader yang bisa profit konsisten dari pasar saham dikarenakan mereka punya trading plan. 

Tapi, tentunya kalau saya hanya menuliskan ciri2 trader yang tidak punya trading plan tanpa memberikan solusinya, rasanya kurang afdol. Lalu, bagaimana solusinya? Bagaimana cara membuat trading plan? Jika Anda ingin memahami cara membuat trading plan yang baik + BONUS bocoran trading plan yang saya gunakan dalam trading, Anda bisa  mendapatkan ebook belajar saham + cara membuat trading plan disini: Buku Saham

Trading Plan Saham yang Baik


Kalau Anda trading saham atau forex, Anda pasti sering mendengar anjuran dari para pakar, teman Anda, atau para pemberi rekomendasi saham, bahwa seorang trader dan investor harus trading mengikuti trading plan. Sayangnya, setiap kali yang saya amati, banyak orang memberikan anjuran mengikuti trading plan, tanpa memberitahu apa dan bagaimana seluk beluk trading plan dan cara membuat trading plan yang baik?

Catatan: Trading plan = Sistem trading (diterapkan ketika Anda menjalankan aktivitas trading).

Anjuran membuat trading plan itu adalah saran yangsangat baik, tetapi kalau cuma diberi anjuran tanpa ada step-by-step yang jelas, saya rasa tidak akan memberikan efek apapun pada Anda. Ibaratnya seperti ini:

Dokter memberi nasihat kepada Mirna: "Mirna, untuk hidup sehat kamu harus menjaga dan mengatur pola makan yang benar." Anjuran ini sangat baik, tetapi kalau anjurannya cuman sampai disini saja, maka anjuran dokter tidak akan banyak membantu Mirna untuk mencapai pola hidup yang sehat.

Masalahnya, menjaga dan mengatur pola makan yang benar itu yang seperti apa? Apa yang harus dimakan? Apa yang tidak boleh dimakan? Bagaimana aturan dan cara menciptakan pola makan sehat? Apakah pola makan yang benar itu adalah 4 sehat 5 sempurna? Kalau Mirna ada alergi daging ikan, berarti kan nggak bisa menerapkan 4 sehat 5 sempurna? Apakah mengatur pola makan sehat itu harus makan 3 kali sehari, atau 5 kali sehari namun dengan porsi yang lebih kecil?

Sama dengan trading plan. Jika seseorang mengajurkan Anda untuk membuat trading plan dan menjalankannya dalam trading, maka yang ingin saya tanyakan adalah: Trading plan yang baik itu trading plan yang bagaimana? Sebelum membuat trading plan, Anda sudah tahu trading plan itu maksudnya seperti apa? Anda sudah tahu trading plan itu harus dibuat seperti apa?

Mengenai bagaimana cara membuat trading plan saham yang baik dan komplit, saya akan menjabarkannya dalam ebook pasar modal. Anda bisa mendapatkan ebooknya sebanyak 2 jilid dengan total halaman: 315 halaman, disini: Buku Saham. Total 315 halaman tersebut tidak semuanya berisi trading plan, tetapi berisi belajar saham mulai pemula sampai expert dan strategi2 trading. Untuk lebih jelasnya, silahkan lihat review ebooknya. 

Mungkin Anda bertanya-tanya: "Mengapa kok harus diterbitkan dalam bentuk buku (ebook)?"

Cara membuat trading plan dalam ebook saya jabarkan sedetail dan se-komplit mungkin. Selain itu, dalam ebook saya juga memberikan BOCORAN pada Anda, bagaimana trading plan yang saya buat. Saya bersedia memberikan bocoran trading plan pada Anda itu adalah sesuatu yang langka (para pakar pun tidak akan memberikan bocoran trading plannya pada Anda). Oleh karena itu, saya buat panduan trading plan yang baik dalam bentuk ebook New Edition. Sekali lagi, jika Anda ingin paham membuat trading plan secara utuh dan mampu menjalankannya, Anda bisa dapatkan ebooknya disini: Buku Saham.    

Monday, September 19, 2016

Memahami Bubble Ekonomi dan Gejalanya

Belakangan ini IHSG turun tajam (tepatnya sejak pertengahan Agustus 2016), setelah sempat naik drastis dalam beberapa bulan. Kita pernah membahas di pos ini: Strategi Trading: IHSG Down.... Penurunan IHSG kali ini saya akui cukup tajam, karena IHSG yang sempat menyentuh 5.476 (all time high di tahun 2016, 9 Agustus 2016), kini turun lagi hingga sampai 5.139 (pertengahan September 2016). 

Yang jadi pertanyaan: Apakah ini ada pertanda 'bubble ekonomi'? Sebelum saya menjawab pertanyaan banyak rekan2 trader, ada baiknya Anda mengetahui apa itu bubble ekonomi dan indikasi bubble ekonomi. 

Apa itu Bubble Ekonomi?

Bubble = gelembung
Ekonomi = ekonomi

Berarti kalau diartikan adalah gelembung ekonomi. Apa maksudnya? Bubble ekonomi adalah fenomena dimana ada overreaksi (overconfidence) dari masyarakat dan pelaku pasar terhadap bangkitnya kondisi ekonomi negara, yang menyebabkan harga saham2 naik secara drastis, padahal belum ada dampak positif apapun yang ditimbulkan. Dengan kata lain adalah EUFORIA.

Namanya euforia dan overreaksi pastinya sifat pelaku pasar dan masyarakat tersebut adalah seusatu yang berlebihan, yang tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Gejala timbulnya bubble adalah sebagai berikut.

Ada suatu harapan dan sentimen positif yang berpotensi untuk mendongkrak perekonomian suatu negara. Sentimen positif ini kemudian direpson sangat baik oleh masyarakat dan pelaku pasar (pasar modal). Harga saham naik, berita bagus sana-sini seakan mewarnai negara. 

Di satu sisi, sentimen itu hanyalah sentimen, yang belum menimbulkan dampak positif apapun ke sektor riil. Justru yang sebenarnya terjadi adalah kondisi perekonomian yang jauh dari harapan. Sementara IHSG naik terus, banyak ekspektasi pelaku pasar (bubble terus membesar) tetapi tidak ditunjang dengan perekonomian yang positif, maka tinggal tunggu saja bubble-nya pecah. 

Suatu saat, cepat atau lama saat banyak sektor usaha yang kinerjanya turun, pendapatan turun, ekspor turun, nilai tukar mata uang turun, maka IHSG akan terjun bebas, ekpektasi tinggi berubah menjadi perekonomian lesu dan lain-lain (bubble pecah).   

Contoh bubble ekonomi

Contoh terbaru, yaitu pada tahun 2015 lalu. Itulah yang bisa kita sebut sebagai bubble ekonomi. Awal dari bubble ekonomi ini sebenarnya sudah terjadi sejak pertengahan 2014, dimana saat itu ada pemilu presiden dan Jokowi terpilih sebagai presiden. Jokowi yang kerap disukai masyrakat karena berwibawa, sangat sosial dan berjiwa pemimpin diyakini mampu mendongkrak perekonomian negeri. Sehingga, muncullah Jokowi Effect. 

Jokowi Effect, seperti penjelasannya berarti masih sekedar euforia saja, belum ada dampak positif apapun ke sektor ekonomi. Dampak positif baru terasa setelah kinerja Jokowi terlihat. Saat Jokowi terplih, para pelaku pasar modal langsung memborong saham, yang membuat IHSG melejit kencang. Kalau saya tidak salah, pada pertengahan 2014, IHSG masih bertengger di 4.700-an. Dan pada Bulan Aprl 2015 IHSG mencapai all time high di 5.524. 

Di satu sisi, di balik euforia yang terjadi, ada problem yang tidak disadari oleh masyarakat. Di tengah2 kegirangan pelaku pasar, sesungguhnya ekonomi sedang lesu, perlahan tapi pasti. Banyak usaha yang mulai mengalami penurunan pendapatan, nilai tukar Rupiah terus melemah, laba2 emiten diperkirakan akan turun. Intinya, perekonomian tidak seperti yang diharapkan. 

Dengan kondisi seperti itu, ketika April 2015 banyak sekali emiten yang mengumumkan penurunan laba bersih, bahkan rugi, dan petumbuhan ekonomi Indonesia merosot, maka IHSG pun juga ikut anjlok. Itulah contoh bubble ekonomi.

Kapan kondisi tersebut akan pulih? Tergantung dari perekonomian negara. Jika kebijakan pemerintah memiliki dampak signifikan terhadap banyak sektor usaha, maka bubble ekonomi ini akan segera berakhir, dan harga saham pun akan kembali ke nilai intrinsiknya. 

Bubble Ekonomi dan Trading Saham

Jadi begini, kalau memang IHSG naik karena euforia, Anda jangan ikut euforia. Kalau Anda sudah baca tanda2 ekonomi mulai lesu (sektor usaha mulai rugi, nilai tukar melemah dan lain-lain), maka itulah saatnya Anda keluar dari market. Meskipun, IHSG masih naik, tapi cepat atau lama IHSG akan jatuh bebas. Jadi, alangkah baiknya kalau Anda tutup posisi dahulu, daripada pas IHSG down, saham2 Anda malah nyangkut semua. 

Ketika bubble ekonomi terjadi dan bubble (gelembung)-nya meletus, maka strategi trading untuk masuk posisi memang sangat tidak aman dan ruang geraknya rasanya sempit sekali. Lalu bagaimana strateginya? Anda bisa baca disini: Strategi Trading Saat IHSG Down

The last, bubble ekonomi kalau disimpulkan seperti ini:

- Diawali dengan euforia, tetapi tidak diikuti kondisi ekonomi yang bagus.
- Indeks saham naik kuencengg hanya dalam beberapa bulan, dan terkesan tidak wajar.
- Tetapi, Banyak sektor usaha yang sedang lesu.
- Perlahan, saat kondisi fundamental mulai tampak (lesu), indeks saham langsung anjlok drastis dalam waktu cepat. 

Saya rasa itu saja tulisan saya tentang bubble ekonomi......... 

Thursday, September 15, 2016

Daya Tarik Saham Gorengan

Sudah sejak dahuluuuu sekali, saham2 yang harganya cenderung rendah, kurang likuid, akan tetapi naik turunnya cepat sekali (Baca: Saham gorengan), justru selalu menjadi daya tarik pelaku pasar. Saya juga enggak tahu kenapa. Bukannya saham2 seperti itu justru potensi risikonya sangat tinggi? Disamping itu, fundamental saham2 gorengan Anda nggak usah tanya, sudah pasti kinerjanya buruk. Baca juga: Kenali Saham Gorengan di Indonesia.

Belakangan ini, saya mengamati beberapa saham gorengan, seperti DSFI, CNKO, BEKS, TAXI, CPRO dan masih banyak lainnya yang kerap menjadi daya tarik. Saat saham2 ini naik kencang, banyak sekali diburu oleh para trader yang sukanya ikut2-an. Bukannya hal ini semakin berisiko? Tapi kalau dipikir-pikir lagi, beli saham gorengan itu menarik juga lho. Pernah suatu hari saat market masih awal buka jam 9, saya melihat saham CNKO, harga  best offernya 90. 

Setengah jam kemudian, tiba2 harga best bid melonjak menjadi 98. Kemudian saya  mulai berhitung dan berangan-angan. Seumpama saya punya uang Rp100 juta, lalu saya beli CNKO di harga 90 sebanyak 11.000 lot (termasuk fee beli). Kemudian saya jual setengah jam kemudian di harga 98 sebanyak 11.000, maka potensi keuntungan saya adalah sekitar Rp8.300.000, hanya dalam waktu setengah jam!

Luar biasa bukan? Rasanya duit segitu pasti melebihi gaji karyawan kantoran dalam sebulan. Ini duit Rp8.300.000 didapat hanya dalam waktu setengah jam. 

Tetapi, saya pribadi nggak pernah mau memburu saham2 gorengan seperti itu. Mengapa? Saya sudah pernah merasakan punya saham gorengan. Dan ternyata saya bisa menyimpulkan satu hal: Perbandingan reward vs risk saham gorengan sama sekali tidak sebanding. Risk jauh lebih besar daripada rewardnya.

Pertama. Kalaupun potensi untung saham gorengan besar, saya nggak pernah bisa tenang. Artinya: Kalau pegang saham gorengan, psikologi akan terganggu, stress, nggak bisa makan dengan tenang. 

Kedua. Untung di saham gorengan banyak faktor lucky-nya (keberuntungan). Potensi kerugian di saham gorengan jauh lebih besar. 

Ketiga. Kalau saham gorengan sudah nyangkut, pasti tambah stress lagi. Masih mending kalau yang nyangkut saham2 blue chip. 

Kalaupun saya trading di saham gorengan, saya pasti trading dengan size (baca: lot) sekecil mungkin. Saya bukan cari untung gede, tetapi hanya ingin mempelajari perilaku pasar, khususnya bandar. Intinya, saham gorengan kelihatannya memang punya daya tarik yang tinggi, tetapi reward tidak sebanding dengan risiko. 

Saya tidak menyarankan Anda untuk mengejar saham2 gorengan meskipun saham itu terliht naik berminggu-minggu. Kalau mau beli saham, kembalilah ke fundamental perusahaan (investor), dan analisis teknikal (trader). 

Wednesday, September 14, 2016

Strategi Trading Saat IHSG Down

Setelah IHSG naik kencang sejak akhir Bulan Juni 2016 sampai Agustus 2016, pasar saham tiba2 dikejutkan dengan koreksi besar. Koreksi ini juga terjadi secara cepat sejak pertengahan Agustus 2016 sampai pertengahan Bulan September pos ini ditulis. Lihat grafik IHSG dibawah. 


Belakangan ini, memasuki 4 bulan terkahir di tahun 2o16, IHSG sedang down. Yang jadi pertanyaan, apakah IHSG sampai tahun 2016 akan terus diwarnai koreksi? Tentu saja kita tidak bisa menjawab secara pasti. Namun yang jelas, saya memprediksi, sampai akhir tahun 2016, IHSG rasa-rasanya mustahil kalau bisa menembus 5.500. Menurut saya, penyebab IHSG belakangan ini turun dikarenakan ada 4 hal utama.

Pertama. Kenaikan IHSG sudah terlalu tinggi. Logikanya, nggak mungkin pelaku pasar beli saham terus, tanpa jual. Jika IHSG naik terlalu tinggi, maka suatu saat cepat atau lama pasti akan koreksi.

Kedua. Masih berkaitan dengan poin pertama, IHSG naik tidak didukung dengan fundamental ekonomi. Jadi, cepat atau lama IHSG akan terkoreksi dengan cepat. Baca juga: Bubble Ekonomi, Akankah Terjadi Lagi? (belum terbit.. coming soon)

Ketiga. Target tax amnesty yang masih jauh dari harapan. Target tax amnesty yang diharapkan mencapai 165 triliun sampai akhir September 2016, ternyata masih tercapai hanya 2,6 triliun. Baca juga: Tax Amnesty, Awal Bangkitnya Pasar Modal dan Perekonomian Indonesia? Part ITax Amnesty, Awal Bangkitnya Pasar Modal dan Perekonomian Indonesia? Part II.

Keempat. Adanya spekulasi AS akan menaikkan suku bunga, mengingat kondisi perekonomian AS yang lebih stabil.

Tanda2 IHSG akan menuju koreksi besar sebenarnya sudah terbaca. Bagaimana cara membacanya? Yaitu dengan analisis teknikal. Perhatikan saham2 yang naik kencang saat IHSG naik. Saya ambil beberapa contoh. 

ASRI misalnya. ASRI dari harga 480 bisa menuju 550. Setelah itu? ASRI nggak bisa naik lagi. Belakangan sebelum market jatuh, ASRI mondar-mandir terus di harga 520-550, setelah itu koreksi lagi. Kondis serupa juga terjadi pada banyak saham. Perhatikan saja PWON, GJTL, JPFA dan lain2. Saham2 ini naik kencang di tengah2 kenaikan IHSG. 

Setelah itu, saham2 tersebut tidak bisa menjebol resistennya dan akhirnya, harganya cuman mondar-mandir. Inilah pertanda IHSG akan jatuh. Dan benar saja, setelah saham2 mulai sulit naik, IHSG jatuh beneran. 

STRATEGI TRADING SAAT IHSG DOWN

Jadi, seharusnya ketika Anda melihat kondisi market dengan banyak saham yang harganya cuman mondar-mandir, padahal sebelumnya saham tersebut naik kencang sekali, maka saat itukah Anda harus keluar dari market. Apapun kondisinya. Kalau saham Anda lagi turun, segera cut loss. 

Nah, bagaimana kalau IHSG sedang turun? Bagaimana strategi tradingnya? Strategi trading saat IHSG down seperti sekarang adalah wait and see. Sebisa mungkin JANGAN MASUK MARKET (baca: Membeli saham). Kalau Anda mengira saham2 sudah terdiskon, harga sahamnya bisa saja malah turun lagi. Jadi, tunggu saja market kondusif baru Anda ambil saham di harga bawah. 

Saat IHSG down, sebisa mungkin Anda cuman wait and see aja (mengamati pasar). Hanya itu pilihannya. Lihat saja berita2 yang dapat mempengaruhi IHSG. Jika sentimen positif mulai datang, Anda bisa pertimbangkan untuk mulai buy. Percayalah, lebih enak punya cash besar daripada nekat beli saham, terus saham Anda nyangkut. Kalau IHSG sudah mulai pulih, barulah Anda masuk.  

Tuesday, September 13, 2016

Analisis Rasio Keuangan: Rasio Pasar

Baca pos: Analisis Fundamental: Analisis Rasio Keuangan.

Rasio pasar digunakan untuk menunjukkan sejauh mana investor saham menilai layak tidaknya harga saham perusahaan untuk dibeli. Harga wajar disini yang dimaksud adalah murah tidaknya harga saham perusahaan. Ketika investor menilai bahwa harga saham perusahaan masih wajar (belum terlalu tinggi) dan perusahaan tersebut memiliki potensi pertumbuhan, maka harga saham perusahaan itulah yang memiliki kesempatan untuk bertumbuh dalam jangka panjang. Jadi, dengan adanya rasio pasar, Anda sebagai calon investor bisa memprediksi harga saham dimasa mendatang menggunakan data2 yang pasti, bukan dengan angan2. 

Pada bahasan ini saya akan menekankan pada 2 rasio pasar saja, yaitu: Price Book to Value (PBV) dan Price Earning Ratio (PER).  PER dan PBV adalah rasio pasar yang paling sering digunakan. Itulah mengapa Anda perlu benar2 memahami kedua rasio tersebut. Dalam prakteknya, PER jauh lebih sering digunakan ketimbang PBV karena PER lebih fokus pada laba bersih, sedangkan PBV lebih fokus pada perhitungan ekuitas. Laba bersih lebih mencerminkan kinerja perusahaan sesungguhnya dibandingkan ekuitas. Itulah mengapa PER lebih sering digunakan ketimbang PBV.  

Berikut adalah jenis2 rasio pasar. 

1. Price Earning Ratio (PER). Untuk penjelasan dan fungsi PER, silahkan baca disini: Analisis Fundamental Saham: Price Earning Ratio (PER).

2. Price Book Value Ratio (PBV). 

PBV fungisnya sama dengan PER: Menghitung harga wajar saham perusahaan. Rumus PBV adalah sebagai berikut.



Book value (nilai buku) adalah nilai ekuitas per saham (equity per share). Cara menghitungnya adalah Ekuitas dibagi jumlah saham beredar. Contoh: PT Bank BRI (BBRI), memiliki nilai ekuitas per saham pada tahun 2012 sebesar Rp2.630 per saham. Harga saham BBRI akhir tahun 2012 adalah sebesar 6.950. Maka nilai PBV adalah: 6.950 / 2.630 = 2.64 kali. 

Apakah nilai 2.64 kali ini termasuk murah atau mahal? Untuk menentukan murah atau mahalnya nilai PBV Anda harus membandingkannya dengan sektor industri sejenis. Karena BBRI masuk dalam industri perbankan, maka Anda harus membandingkan dengan sektor perbankan. PBV industri sektor perbankan pada tahun 2012 adalah sebesar 2.37 kali. Karena PBV BBRI lebih tinggi dibandingkan PBV industri, maka dapat dikatakan PBV BBRI termasuk tinggi. Means, harga sahamnya  sudah 'mahal'. 

Tetapi apakah 'mahal' berarti BBRI nggak layak lagi dibeli karena harga sahamnya ketinggian? Tidak juga. PBV adalah salah satu ukuran rasio pasar, namun disisi lain Anda juga harus mempertimbangkan pertumbuhan dan kinerja BBRI. PBV BBRI diatas rata2 industri pada tahun 2012 dan harga sahamnya adalah Rp6.950. Akan tetapi, sampai tahun 2016 ini, harga sahamnya sudah mencapai Rp12.000! 

"Berarti perhitungan rasio pasar nggak akurat donk Bung Heze?" Protes Anda. 

Bukan begitu. Menginterpretasikan rasio memang cukup subjektif. Nilai PBV yang lebih tinggi dibandingkan sektor industri tidak serta merta mencerminkan harga saham yang sudah tidak bisa naik lagi. Perhitungan PBV hanyalah adalah salah satu ukuran. Oleh karena itu, Anda harus memiliki penilaian yang subjektif dan akurat jika ingin menentukan apakah harga saham akan bertumbuh dimasa mendatang. Ada baiknya Anda juga membaca PER, karena PER lebih mencerminkan kondisi kinerja perusahaan (menggunakan laba bersih), sehingga menurut saya pribadi, PER lebih akurat ketimbang PBV. 

Baca juga:

Analisis Fundamental Saham: Price Earning Ratio (PER)

Price Earning Ratio (PER) adalah rasio yang selalu menjadi patokan investor untuk menentukan harga wajar saham perusahaan. Wajar disini bisa diartikan: Harganya terlalu tinggi, atau masih murah. Kalau Anda ingin menyimpulkan apakah harga saham PPRO Rp1.000 per lembar saham tergolong mahal atau tidak, Anda harus menggunakan alat bantu rasio, yaitu PER. Jadi, tidak bisa Anda menyimpulkan harga suatu saham murah atau tidak, hanya dari harga sahamnya secara kasat mata.

Secara defisini, PER berarti perbandingan harga saham dengan laba bersih per saham, yang digunakan untuk menghitung harga wajar (murah / tidaknya) harga saham suatu emiten. Rumus PER adalah sebagai berikut.


EPS adalah perbandingan antara laba bersih dibagi dengan jumlah saham beredar. Untuk memahami EPS lebih dalam, silahkan baca pos: Makna dan Fungsi Rasio Earning Per Share (EPS). 

Cara membaca PER: Semakin tinggi nilai PER, berarti harga saham perusahaan tersebut semakin mahal. Dan sebaliknya, semakin rendah nilai PER, berarti harga saham perusahaan tersebut semakin murah. Kalau PER perusahaan rendah sekali (dibandingkan industri sejenis) dan memiliki prospek pertumbuhan yang baik, ada kemungkinan besar, harga saham perusahaan dimasa mendatang akan naik tinggi. Karena logikanya secara valuasi, harga saham masih murah (dari perhitungan PER), dan didukung dengan prospek bisnis yang bagus. Semakin besar PER, ada kemungkinan harga saham perusahaan dimasa mendatang akan semakin sulit untuk naik lebih tinggi. 

Di paragraf pertama tadi saya menuliskan: "Anda tidak bisa menyimpulkan harga suatu saham murah atau mahal, hanya dari harga sahamnya secara kasat mata". Inilah kegunaan PER. Harga saham PT A adalah Rp2.000, sedangkan harga saham PT B adalah Rp1.000. Memang, secara kasat mata harga saham PT A lebih mahal, tapi secara harga wajar / valuasi belum tentu harga saham PT A lebih mahal. 

Katakanlah EPS PT A dalam setahun sebesar Rp100 per saham, sedangkan EPS PT B sebesar Rp40 per saham. Berarti, PER PT A adalah sebesar 20 kali (2.000/100). Sedangkan PER PT B sebesar 25 kali (1.000/40). Ternyata PER PT A lebih murah dibandingkan PT B. Berarti secara valuasi, harga saham PT A LEBIH MURAH, meskipun harga sahamnya lebih mahal. Jadi, ketika Anda melihat harga saham yang rendah (misalnya cuman Rp600), belum tentu PER-nya rendah. Demikian juga sebaliknya, 

Apakah nilai PER tinggi  berarti harga sahamnya nggak bisa naik lagi dan sebaliknya, kalau PER rendah berarti harga sahamnya pasti akan naik dalam jangka panjang? Baca tulisan saya terus sampai habis.  

Nah, sekarang kita masuk ke contoh konkrit. Pada tahun 2012 diketahui harga saham BBRI adalah Rp6.950 (harga saham akhir tahun 2012). Sedangkan EPS BBRI adalah Rp757 per saham. Maka cara menghitung PER adalah Rp6.950 / Rp757 = 9,18 kali. Apa makna PER 9,18 kali? Apakah PER BBRI termasuk murah atau mahal?

Untuk menentukan PER suatu saham tergolong murah atau mahal (wajar atau tidak), Anda harus membandingkan dengan sektor industri sejenis. PER bisa dikatakan rendah apabila PER berada dibawah PER industri, dan sebaliknya. Pada contoh diatas PER BBRI adalah 9,18 kali. Dan PER industri perbankan adalah 8,73 kali. Artinya PER BBRI berada diatas PER industri. Hal tersebut artinya, harga saham BBRI termasuk mahal. Harga saham mahal dari perhitungan PER bukan berarti harga sahamnya nggak bisa naik lagi. 

Pada tahun 2012 akhir harga saham BBRI masih di harga Rp6.950. Dan tahun 2016 ini, harga sahamnya sudah mencapai Rp12.000! Hal tersebut mengindikasikan bahwa PER yang lebih besar dibandingkan rata2 industri, bukan berarti harga sahamnya nggak bisa naik lagi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi naik-turunnya harga saham.

Jika Anda perhatikan, PER BBRI memang lebih tinggi dari rata2 PER industri, tetapi jaraknya (spread) tidak terlalu jauh (9,18 vs 8,73). Hal ini bisa mengindikasikan bahwa harga saham BBRI masih punya peluang besar untuk naik dalam jangka panjang. Anda juga perlu memperhatikan pertumbuhan usaha dari emiten tersebut. PER murah (rendah) belum tentu harga sahamnya pasti akan naik dalam jangka panjang.  

Ada baiknya pula Anda menggunakan tren untuk melihat arah kecenderungan PER. Jika PER emiten secara tren tiba2 melonjak drastis, bahkan jauh diatas rata2 industri dan diikuti dengan kenaikan harga saham secara pesat dalam kurun waktu yang singkat, maka Anda harus mewaspadai saham tersebut. Ada kemungkinan saham tersebut akan lebih sulit untuk naik lagi.   

Ukuran PER  yang Murah?

Saya tidak tahu darimana teorinya, mengapa banyak yang bilang kalau PER diatas 5 itu mahal. Anda tidak bisa serta merta menyimpulkan seperti itu. Seperti saya katakan, jika Anda ingin menentukan harga wajar saham perusahaan, salah satu caranya adalah dengan membandingkan (dengan sektor industri sejenis), dan melihat prospek usaha kedepan.  

Saya ingat waktu awal tahun 2016, dimana harga saham banyak yang mengalami koreksi karena kondisi ekonomi yang lesu tahun 2015. Saat itu mulai banyak analis yang mulai mencari-cari emiten yang nilai PER-nya rendah. 

Banyak analis yang merekomendasikan beberapa saham dengan nilai PER rendah (ukurannya 5 dan dibawah 5). Saat itu, saham SSIA banyak direkomendasikan menjadi saham yang layak 'hold' dengan nilai PER 5 sekian. Ternyata harga saham SSIA nggak kunjung naik seperti yang diharap-harapkan, meskipun banyak analis bilang kalau PER-nya sudah rendah (dibandingkan juga dengan sektor industri sejenis, properti). Perhatikan grafik SSIA dibawah.



Walaupun PER SSIA 'rendah', ternyata harga sahamnya nggak kunjung naik hingga bulan September 2016. Kemungkinan besar, ada banyak faktor yang membuat harga saham tidak kunjung naik. Beberapa diantaranya karena sahamnya mungkin tidak seberapa likuid, pertumbuhan usahanya tidak sebaik sektor industri sejenis, dan masih banyak faktor lainnya.

Berbeda ceritanya dengan PWON. Pada saat awal tahun saat sebagian besar harga saham terdiskon, saham PWON yang PER-nya hanya sekitar 6 kali (dibawah rata2 industri), harga sahamnya naik kencang. Yang dari harga 450 menjadi harga 690 (high) dalam kurun waktu 8 bulan. 

So, menurut saya pribadi, PER bukanlah rasio yang dapat berdiri sendiri. Artinya begini, Anda nggak bisa serta merta menganggap PER emiten 5 kali dan sudah dibawah rata2 industri berarti  harga sahamnya masih punya peluang besar untuk naik dimasa mendatang. Memang benar. Namun, Anda harus mempertimbangkan faktor2 lain, seperti contohnya pertumbuhan usaha, tingkat ke-likuid-an saham. Sebaliknya, Anda juga tidak bisa serta merta menyimpulkan PER diatas rata2 industri berarti harga saham tersebut kemahalan, kecuali kalau PER emiten perbandingannya sangat sangat jauh diatas rata2 industri, bisa jadi harga saham perusahaan memang sudah kemahalan. Buktinya, PER BBRI tahun 2012 diatas rata2 industri, tetapi harga sahamnya masih naik 2 kali lipat. 

Implikasi lainnya, PER yang terlalu rendah bisa jadi saham tersebut tidak laku. Sebaliknya, PER terlalu tinggi bisa jadi harga saham memang sudah kemahalan. Atau, PER terlalu tinggi, bisa jadi saham tersebut memang banyak peminatnya, sehingga saham tersebut bisa dikatakan likuid.  

Disinilah peran seorang funamentalist. Untuk menganalisis suatu perusahaan, Anda harus memiliki tingkat kepekaan dan analisis yang tajam. Subjektifitas setiap orang bisa berbeda-beda. 

Analisis Fundamental Terbaik ???

Banyak pertanyaan dari rekan2, baik melalui Facebook Belajar Saham, maupun melalui email suksesbelajarsaham@gmail.com: 

"Pak Heze, analisis fundamental terbaik dilihat dari sisi apa?" 
"Gimana caranya menganalisis fundamental perusahaan dengan tepat?"
Dan masih banyak pertanyaan lainnya tentang analisis fundamental.  

Well, kalau Anda bertanya seperti demikian, maka saya akan bertanya kembali pada Anda: 

"Analisis teknikal apa yang terbaik?"

"Tidak ada, semua tergantung pada penggunanya" Jawab Anda. 

Demikian juga dengan analisis fundamental. Analisis fundamental terbaik itu TIDAK ADA. Semua kembali lagi kepada penggunanya. Sudahkah Anda baca pos2 saya disini: Analisis Fundamental: Analisis Rasio Keuangan?. Coba Anda jelajahi pos2 sampai rasio2 keuangan likuiditas, profitabilitas dan lain2. Disana ada banyak sekali rasio2 keuangan yang saya paparkan. Dan rasio2 tersebut, sejatinya memang dikhususkan untuk investor sebagai bahan pertimbangan analisis mereka.

"Banyak sekali ya rasio2 keuangannya?" Gumam Anda.

Memang buuuanyak sekali, sampai2 saya mumet sendiri.. Rasio2 yang saya tulis di pos2 tersebut sebenarnya adalah rasio2 penting. Dari mana tahu kalau penting? Rasio2 tersebut adalah rasio2 yang saya bahas pada tampilan laporan keuangan ICMD. Jika Anda belum paham ICMD dan kegunaannya, silahkan baca pos: Analisis Fundamental: Memanfaatkan Laporan ICMD. 

Jadi, diluar rasio2 tersebut, masih ada PULUHAN RASIO KEUANGAN lainnya yang jika dibahas semua, maka mungkin akan jadi satu buku tebal. Nah, yang jadi pertanyaan dengan rasio2 sebanyak itu, manakah yang akan Anda ambil untuk Anda jadikan keputusan investasi saham? Kan nggak mungkin Anda ambil semua rasio yang jumlahnya puluhan-ratusan. Bukannya semakin banyak informasi, justru akan membuat Anda menjadi semakin bingung?

Prinsip "Analisis fundamental terbaik", sebenarnya sama dengan prinsip "Analisis teknikal terbaik". Kalau di analisis teknikal, semakin banyak Anda menggunakan indikator, maka Anda akan semakin bingung dan latah. Sama dengan analisis fundametal, semakin banyak alat bantu yang Anda gunakan, bukannya semakin memudahkan Anda, malah semakin membingungkan Anda. 

Kalau Anda tanya ke saya: Analisis fundamental terbaik, maka Anda sendirilah yang bisa menemukan jawabannya. Saya tidak bisa menjawab untuk Anda. Karena cara saya belum tentu cocok untuk Anda, dan cara Anda pun belum tentu cocok untuk saya. Satu2nya cara untuk menemukan analisis fundamental yang pas, adalah dengan trial and error

Banyak orang berpikir, bahwa analisis fundamental itu rumit, karena harus belajar lebih mendalam tentang kondisi perusahaan. Kalau Anda membaca tentang gaya investasi Lo Kheng Hong, maka beliau nggak hanya belajar laporan keuangan, tapi sampai mempelajari GCG-nya. Apakah Anda harus meniru beliau? Tentu saja Anda tidak harus meniru mentah2, kecuali kalau Anda merasa benar2 cocok dengan gaya beliau. 

Analisis fundamental bisa dilakukan secara sederhana dan praktis. Contohnya: Saya pernah menganalisis saham PPRO di ebook belajar saham ketika harganya masih di kisaran 185-190 per lembarnya (sekitar Bulan Februari 2016). Anda bisa mendapatkan buku-nya (ebook) disini: Buku Saham. Dan saat pos ini ditulis, Anda tahu harganya berapa? Sudah mencapai Rp1.045 per lembar. Analisis fundamental yang saya gunakan nggak neko2. Saya nggak pakai banyak rasio untuk membaca pergerakan harga saham dimasa mendatang.  

Jadi pos ini menuju pada tiga kesimpulan utama. Pertama, nggak ada cara menganalisis fundamental terbaik, sama halnya seperti analisis teknikal. Analisis fundamental terbaik, kembali pada Anda masing2. Kedua, Anda tidak perlu menggunakan analisis yang terlalu rumit (kecuali kalau Anda mahir), karena hal tersebut akan membigungkan Anda untuk mengambil keputusan investasi. Ketiga, saya harus akui, analisis fundamental membutuhkan kejelian yang luar biasa. Cara menemukan formula analisis fundamental terbaik.

Makna dan Fungsi Rasio Earning Per Share (EPS)

Baca juga: Analisis Rasio Keuangan: Rasio Profitabilitas / Rentabilitas.

Rasio Earning per Share (EPS) atau dalam bahasa Indonesia: Rasio Laba per Saham. Laba disini yang dimaksud adalah: Laba bersih. Sedangkan saham yang dimaksud disini adalah: Jumlah saham yang beredar di pasar. Jadi, pengertian EPS:

Pertama, digunakan untuk menunjukkan seberapa besar laba yang dihasilkan per lembar saham beredar. Kedua, menunjukkan laba bersih yang siap dibagikan kepada pemegang saham. Ketiga, Seberapa besar keuntungan yang diperoleh investor berdasarkan per lembar sahamnya. Rumus EPS adalah sebagai berikut:



Anda tidak perlu repot2 menghitung EPS. Cukup Anda ketahui saja caranya, karena pada laporan keuangan sudah disajikan informasi mengenai EPS.

Faktor2 penyebab kenaikan EPS

1. Laba bersih meningkat, jumlah saham beredar tetap. 
2. Laba bersih meningkat, jumlah saham beredar turun / berkurang.
3. Laba bersih meningkat, jumlah saham beredar meningkat, tetapi perusahaan tetap mampu mencetak kenaikan laba bersih yang naik secara signifikan. 

Faktor2 penyebab penurunan EPS

1. Laba bersih turun, jumlah saham beredar tetap
2. Laba bersih turun, jumlah saham beredar naik / bertambah
3. Laba bersih meningkat, jumlah saham beredar meningkat signifikan, sehingga membuat nilai rasio EPS turun. 

Implikasi rasio EPS: jika EPS meningkat berarti keuntungan yang diperoleh investor per lembar saham semakin besar, dan sebaliknya. Karena jika EPS meningkat, berarti perusahaan mampu menghasilkan kenaikan laba bersih, sehingga investor akan memperoleh keuntungan laba per lembar yang semakin besar. 

Lantas mengapa Anda perlu mengetahui rasio EPS? 


EPS perlu Anda ketahui untuk melihat seberapa besar keuntungan yang bisa Anda dapatkan per lembar saham (sesuai definisi diatas). Pertama, hal ini dikarenakan untuk membeli sebuah perusahaan (baca: investasi), Anda perlu membeli laba per saham, bukan membeli laba keseluruhan (membeli perusahaan secara keseluruhan). Anda tidak mungkin membeli perusahaan secara keseluruhan.  

Kedua, perusahaan dengan laba bersih yang lebih besar, belum tentu memiliki laba per lembar saham yang sama. Tidak percaya? Misalnya: Perusahaan A memiliki laba bersih Rp100.000. Perusahaan B memiliki laba bersih sebesar Rp50.000. Tetapi jumlah saham beredar perusahaan A sebesar 10.000 dan perusahaan B sebesar 4.000. 

Maka, laba per saham perusahaan A adalah: 100.000 / 10.000 = Rp10. Sedangkan laba per saham perusahaan B adalah: 50.000 / 4.000 = Rp12,5. Laba perusahaan A memang lebih besar 2x lipat dibandingkan perusahaan B, tetapi laba per saham perusahaan B ternyata lebih besar ketimbang perusahaan A. Hal tersebut dikarenakan jumlah lembar saham beredar pada perusahaan B lebih sedikit dibandingkan perusahaan A. 

Perlu Anda ingat, jumlah lembar saham beredar bisa saja bertambah maupun berkurang. Jumlah saham beredar bertambah apabila perusahaan melakukan aksi korporasi seperti stock split, right issue. Sedangkan jumlah lembar saham beredar berkurang apabila perusahaan melakukan aksi korporasi seperti reverse stcok split. 

EPS memang bisa digunakan untuk membandingkan pertumbuhan laba per saham. Dengan EPS, Anda akan tahu bahwa laba bersih perusahaan yang lebih besar ketimbang perusahaan lainnya, belum tentu perusahaan yang labanya lebih besar pasti lebih menarik. Jadi, dengan EPS Anda bisa melihat apakah laba per saham perusahaan lebih besar atau kecil. 

Itulah mengapa EPS banyak digunakan dalam analisis fundamental. EPS masih ada kekurangannya. Apa kekurangannya? EPS tidak bisa digunakan untuk menentukan wajar tidaknya harga saham perusahaan.

Oleh karena itu, rasio EPS biasanya dikombinasikan dengan Price Earning Ratio (PER) untuk menghitung harga wajar saham. Silahkan baca pos: Harga Wajar Saham: Price Earning Ratio (PER)