Friday, April 22, 2016

Menjadi Trader atau Investor Saham? - Part V

Baca part sebelumnya: Menjadi Trader atau Investor Saham? - Part IVPerlu Anda ketahui, untuk menjadi seorang investor, Anda tidak hanya membutuhkan kemampuan fundamental, namun Anda harus memiliki mental yang kuat. Artinya, sebagai seorang investor Anda tidak seharusnya menjual saham ketika harganya baru naik 15% dalam beberapa bulan. 

Namanya juga investor, saham yang Anda pegang harusnya Anda simpan untuk jangka panjang diatas 1 tahun. Di satu sisi, sebagai seorang investor, Anda harus tahan kalau melihat harga saham Anda tiba2 turun, dan Anda tetap memiliki keyakinan bahwa harga saham akan berbalik naik, karena analisis fundamental Anda sudah menyatakan sebelumnya.

Misalnya: Anda membeli saham AABB di harga Rp5.000. Lima bulan kemudian harga saham Anda naik menjadi Rp6.100. Tiba2 karena Indonesia sedang dilanda berita2 buruk,  dan kebetulan berita2 tersebut memberikan pengaruh yang besar pada lini sektor usaha yang Anda investasikan. Harga saham Anda pun ikut ikut turun. Dari 6.100 turun menjadi 5.500. 

Kemudian turun lagi menjadi 4.500. Seorang investor ketika melihat penurunan harga sahamnya, tidak akan langsung melakukan cut loss. Namun, mereka memiliki mental dan prinsip yang kuat dengan tetap memegang sahamnya (hold), karena analisis fundamental Anda sudah mengatakan bahwa perusahaan tersebut prospek dan harganya akan kembali, kecuali jika terjadi hal2 diluar dugaan Anda (misalnya: perusahaan tiba2 berpindah lini bisnis).

Coba perhatikan investor2 yang sudah sukses sebagai seorang investor di pasar modal, contohnya Warren Buffet. Beliau memegang saham dalam jangka waktu yang sangat lama, tidak menjual sahamnya meskipun harga sahamnya mengalami penurunan. Meskipun Bursa saham Amerika sedang dilanda berita buruk sekalipun. 

Perhatikan pula investor Indonesia Lo Kheng Hong, yang dijuluki sebagai Warren Buffet-nya Indonesia. Salah satu saham yang dipegang sampai sekarang adalah PTRO. Saham PTRO Lo Kheng Hong boleh saya katakan mengalami penurunan, namun beliau tidak menjual sahamnya. Mengapa? Karena beliau memiliki prinsip dan mental sebagai seorang investor, bukan sebagai seorang trader.

Seorang investor bahkan berani membeli saham tidur, jika memang analisis mereka menganggap bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek yang luar biasa. Bahkan, sampai beberapa bulan kedepan ketika sahamnya masih saja tidur, sang investor tidak akan melepas sahamnya. Berbeda dengan trader, kalau melihat saham tidur, sudah pasti 100% akan dihindari. 

Nah, kalau Anda adalah tipikal orang2 sabar, malahan Anda tidak tahan kalau terus-menerus pantengin layar monitor. Anda juga didukung dengan analisis fundamental yang baik. Maka Anda adalah tipe investor. Memang masih banyak para trader yang ngakunya investor, padahal mereka tidak kuat melihat saham2 yang disimpan turun, akhirnya sebentar langsung dijual. 

Kalau Anda lebih cocok menjadi trader karena karakter Anda sama sekali tidak pernah bisa menyimpan saham untuk jangka waktu yang lama, namun Anda ngotot jadi investor, Anda bisa2 malah rugi bukan untung. Sebaliknya, kalau Anda sangat menyukai perusahaan2 yang bertumbuh dan analisis jangka panjang Anda kuat, Anda bisa menyimpan saham2 yang bagus, namun Anda ngotot menjadi trader, maka kerugian-lah yang akan Anda dapatkan.

Jadi, menjadi trader atau investor tidak ada yang lebih baik, dan tidak ada yang lebih buruk. So melalui pos ini, setidaknya saya ingin memberikan gambaran pada Anda: Anda harus menentukan apakah Anda adalah seorang trader atau investor, ditinjau dari praktik secara langsung di lapangan (pasar saham).