Tuesday, April 05, 2016

Psikologi Pasar: Fear And Greed (Part II) --> Psikologi Bandar

Baca juga pos sebelumnya: Psikologi Pasar: Fear And Greed (Part I)

Nah, setelah memahami mengenai psikologi pasar yang utama, yaitu Fear And Greed, Anda mulai memahaminya. Namun barangkali Anda adalah orang yang kritis, kemudian bertanya: "Lalu bagaimana psikologi pasar saham bandar yang suka "mempermainkan" harga saham?" 

Pertanyaan ini yang saya tunggu2

Sederhana saja. Perlu Anda ketahui bahwa bandar juga mempermainkan pikiran Anda dengan cara memanfaatkan situasi fear and greed. Dan bandar biasanya sengaja mengincar saham2 yang harganya rendah bahkan sampai harga Rp100 per lembar dan yang sahamnya tidak likuid. Kenapa kok bandar kebanyakan mempermainkan saham2 yang harganya rendah dan tidak likuid? Bukannya saham yang nggak likuid bukan cuma saham2 yang harganya rendah? Saham2 yang harganya tinggi pun banyak juga yang tidak likuid. 

Psikologi yang akan menjawab pertanyaan tersebut. Saham2 yang harganya rendah tidak akan membutuhkan modal yang besar untuk masuk, bahkan dana Rp500.000 Anda sudah bisa beli sahamnya. Secara psikologi, orang2 akan lebih tertarik ketika melihat shaam murah yang harganya naik kencang, karena merupakan kesempatan cuan dengan modal.

Sedangkan kalau sahamnya mahal dan harganya naik kencang, orang mungkin masih akan pikir2. Selain harganya mahal, sahamnya naik kencang berarti harganya tambah mahal lagi, dan semakin susah mereka untuk menjangkau saham tersebut dengan modal yang kecil.

Bandar biasanya mempermainkan psikologis investor2 ritel dan terbukti investor2 ritel inilah yang selalu terjebak dalam permainan bandar. Bandar seringkali mempermainkan psikologis investor ritel melalui rumor2 yang ada. Namanya juga rumor, kebenarannya belum terbukti. Sudahkah Anda membaca pos: Buy On Rumor, Sell On News?

 Saya kasih contoh konkrit dengan sedikit ilustrasi:

Saham AABB harganya Rp125 dan saham ini tidak likuid. Pergerakan harga saham ini hampir tidak bergerak karena yang mentradingkan hanya sedikit. Tiba2 karena sebuah rumor saham AABB naik kencang sekali. Hari pertama tiba2 naik menjadi Rp140. Keesokan harinya, naik menjadi Rp158. Si Ali mulai tertarik dengansaham AABB. Secara PSIKOLOGIS, Si Ali dapat tergoda membeli saham AABB karena melihat kenaikannya kencang, sudah begitu harganya murah.

Ali mulai masuk di saham AABB di harga Rp160. Dan benar saja sahamnya naik lagi sampai Rp171. Ali sudah menetapkan akan menjual di Rp170, tetapi karena sahamnya naik kencang, disinilah rasa GREED Ali mulai muncul. Ali mulai berharap supaya harga saham naik lagi menjadi Rp179 dan otomatis si Ali sudah melanggar trading plan-nya sendiri. 

Di saat harga naik menjadi Rp173 tiba2 harga jatuh dalam hitungan menit menjadi 164. Ali menjadi panik, namun ditengah kepanikannya (rasa fear) si Ali masih berharap harga saham balik ke harga Rp170. Ternyata, harga saham masih saja jatuh sampai Rp150 dan keesokan harinya harga saham jatuh lagi ke Rp135. Dan beberapa hari kemudian harga saham turun sampai Rp106, kemudian harga saham AABB stagnan. 

Ternyata saham AABB terkena Unusual Market Activity (UMA) karena pergerakan saham yang tidak wajar. Karena melihat saham yang nilainya terus turun, Ali tidak berani cut loss, dan sahamnya 'nyantol'. Dana yang dimiliki Ali terpenjara dan tidak dapat digunakan apa2 selain menunggu harga sahamnya naik kembali (itupun kalau bisa naik melebihi harga beli awalnya). 

Nah dalam praktiknya Anda akan sering menemui hal2 seperti ini. Itulah mengapa banyak yang bertanya kepada saya: "Pak, saham A, saham B naiknya kapan?" Dimana saham2 tersebut yang notabene saham2 nggak likuid. Perlu Anda ketahui, bandar seakan paham apa yang kita inginkan. Bandar tahu jika investor2 ritel mulai masuk di saham2 yang mereka goreng. Saat harga sudah terlalu tinggi menurut pandangan bandar, bandar memahami situasi GREED dari kebanyakan para investor ritel. Disinilah bandar memanfaatkan momen tersebut. 

Bandar memahami kalau investor2 ritel mudah dipancing melalui kenaikan saham2 "jelek". Saat bandar sudah merasa harga sahamnya tinggi, bandar akan langsung menjual sahamnya, dan sebagian investor ritel pun akhirnya ikut melakukan selling, sehingga bukan tidak mungkin dalam satu saham terjadi panic selling karena perasaan takut (fear).  Setelah bandar mendapat keuntungan besar, bandar akan pergi begitu saja, sehingga trader2 yang belum sempat jual sahamnya, karena dipermainkan oleh perasaan greed oleh para bandar, sahamnya 'nyantol'.

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$

Sedikit melenceng dari topik bahasan ini, melalui tulisan ini sebenarnya saya pribadi juga ingin mengungkapkan - agar pengatur regulasi di pasar modal kedepannya bisa lebih peka terhadap situasi2 seperti ini (saham gorengan). Di akun facebook Belajar Saham, ketika saham2 yang naiknya banyak sekali dan tidak wajar, banyak komentar2 dari rekan2 yang intinya sebenarnya komplain: 

"Kenapa BEI selalu memberikan status UMA dan suspend pada perusahaan2 yang sahamnya naik tidak wajar, tapi kalau sahamnya turun drastis, sama BEI malah dibiarkan aja?" Sejujurnya, saya juga punya pertanyaan yang sama dengan rekan2. Karena saya merasa ketika saham2 yang naik kencang kebanyakan diberikan status UMA yang dapat Anda lihat melalui situs www.idx.co.id. Namun, tidak banyak saham2 yang turun drastis diberikan status UMA. Peran regulator kedepannya semoga lebih bisa menertibkan keberadaan saham2 gorengan di pasar modal, supaya tidak merugikan investor ritel yang dananya kecil. 

Kembali lagi ke toipk, lantas, bagaimana mengalahkan rasa serakah dan takut tersebut? Baca pos selanjutnya: Psikologi Pasar: Fear And Greed (Part III) - Mengalahkan Fear And Greed.